Di bulan Ramadan ini, salat tarawih bersama di Masjid al-Azhar tentu menjadi salah satu agenda wajib bagi para mahasiswa yang ada di
Mesir. Terlebih lagi, suara
merdu para imamnya menjadi daya tarik tersendiri karena begitu nyaman di
telinga, hingga tak jarang membuat air mata tiba-tiba mengalir.
Namun, jika kita perhatikan, bacaan Al-Qur’an dari
para imam Masjid al-Azhar ini sering kali agak berbeda dari bacaan kita. Apakah
imamnya salah baca? Tentu saja tidak. Perbedaan ini sebenarnya terjadi karena
para imam Masjid al-Azhar membaca Al-Qur’an dengan riwayat qiraat yang berbeda
dengan orang Indonesia.
Berdasarkan kesepakatan seluruh ulama, terdapat tujuh
macam qiraat yang dapat dipastikan bersumber dari Nabi Muhammad SAW. Ini karena
ketujuh qiraat ini atau yang biasa kita sebut dengan istilah qiraat sab’ah
berada pada tingkatan mutawatir, yaitu diriwayatkan oleh banyak orang dari
generasi ke generasi sehingga tidak mungkin ada kesepakatan berdusta di antara
mereka.
Sebagai informasi, qiraat yang digunakan oleh mayoritas
orang Indonesia bahkan dunia adalah qiraat yang diriwayatkan oleh Imam Hafs
dari Imam Ashim. Lain halnya dengan orang-orang Maroko, mayoritas mereka
menggunakan qiraat yang diriwayatkan oleh Imam Warsy dari Imam Nafi’. Qiraat Imam Nafi’ ini juga merupakan qiraat yang
paling sering digunakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam membaca Al-Qur’an.
Nah, yang jadi pertanyaan, apakah mempelajari qiraat sab’ah ini penting? Maka sebelum menjawabnya, terlebih dahulu kita perlu mengetahui sebuah kisah yang diceritakan oleh Sayyidina Umar bin Khattab RA. Beliau berkata: Aku pernah mendengar Hisyam bin Hakim membaca Surah Al-Furqan di masa Rasulullah SAW, aku pun menyimak bacaannya. Ternyata, bacaan yang dia baca itu berbeda dengan apa yang pernah Rasulullah SAW bacakan kepadaku. Hampir saja aku menyerangnya ketika dia masih salat. Aku pun bersabar menunggunya hingga dia salam.
Kemudian aku langsung menarik sorbannya dan aku katakan: “Siapa
yang membacakan kepadamu surah ini?”.
Dia menjawab: “Rasulullah SAW”.
Aku sontak mengatakan: “Bohong!!! Rasulullah SAW
pernah membacakan kepadaku tidak seperti yang kau baca ini!”.
Maka aku menariknya ke hadapan Rasulullah SAW dan
mengadukan hal tersebut.
Aku berkata: “Ya Rasulallah, aku mendengar orang ini
membaca Surah Al-Furqan dengan bacaan yang tidak sesuai dengan apa yang pernah
engkau bacakan kepadaku”.
Rasulullah SAW bersabda: “Bacalah wahai Hisyam!”,
maka dia membaca dengan qiraat yang aku dengar tadi.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Demikianlah Al-Qur’an
diturunkan”.
Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda: “Bacalah wahai
Umar!”, maka aku membaca dengan qiraat yang pernah dibacakan langsung oleh
Rasulullah SAW kepadaku.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Demikianlah Al-Qur’an
diturunkan, sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan dengan tujuh huruf, maka
bacalah yang mudah darinya!”. (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
Dari cerita tersebut, dapat dipahami bahwa tidak hanya
ada satu macam qiraat dalam membaca Al-Qur’an, melainkan terdapat banyak qiraat
yang bisa kita gunakan. Akan tetapi, qiraat yang kita gunakan haruslah sesuai
dengan apa yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Bahkan Sayyidina Umar bin
Khattab RA dalam kisah di atas dengan tegasnya langsung melakukan klarifikasi
ketika mendengar bacaan Hisyam bin Hakim RA yang tidak sesuai dengan apa yang
pernah diajarkan Rasulullah SAW kepadanya.
Lantas, bagaimana cara memastikan bacaan Al-Qur’an kita
sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW? Maka
di sinilah peran penting ilmu ini.
Dengan belajar qiraat sab’ah, kita akan mengetahui
bagaimana cara-cara para imam qiraat membaca Al-Qur’an sesuai dengan apa yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Namun perlu diperhatikan, dalam mempelajari ilmu ini kita harus memiliki guru
yang punya kredibilitas tinggi dan memiliki sanad yang bersambung kepada Nabi
Muhammad SAW. Hal ini karena peran guru dalam disiplin ilmu ini sangatlah penting, sebab merekalah yang
akan memastikan bacaan kita sesuai dengan bacaan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
SAW.
Kemudian, kita juga akan mengetahui mana saja yang diperbolehkan dan
mana yang tidak dibolehkan dalam membaca Al-Qur’an berdasarkan riwayat mereka. Tentu ini sangat
penting dalam mengawal keautentikan Al-Qur’an dari masa ke masa. Karena dengan
begitu, Al-Qur’an akan terjauhkan dari kesalahan yang menyimpang dari ajaran
Nabi Muhammad SAW.
Selain itu, dengan mempelajari qiraat sab’ah, kita
juga akan ikut andil dalam menjaga riwayat-riwayat Al-Qur’an agar tetap berada
pada tingkatan mutawatir. Sehingga, dapat selalu dipastikan bahwa Al-Qur’an ini
benar-benar bersumber dari Nabi Muhammad SAW. Kemutawatiran Al-Qur’an
ini juga akan menutup pintu bagi musuh-musuh Islam yang ingin mengubahnya
dengan tangan kotor mereka.
Dari berbagai alasan di atas, kita dapat memahami seberapa
pentingnya belajar qiraat sab’ah. Ilmu ini laksana ozon yang senantiasa
menjaga bumi dari sinar ultraviolet. Tanpa
keberadaannya, seluruh kehidupan di muka bumi ini akan terancam binasa. Maka
tentu kita berkewajiban menjaga dan mempertahankan eksistensinya demi
keberlangsungan hidup kita semua. Mungkin cukup
sekian, semoga bermanfaat.
Penulis: M. Kafanal Kafi
Editor: Ahmad Nasi'in Najib