Saya ingin memulai tulisan ini dengan sebuah realitas sosial yang barangkali bisa menggugah kesadaran kita, bahwa dana kesehatan teramat penting.
Beberapa bulan lalu, saya dan beberapa kawan menuju ke daerah Hayyu Sabi’. Kami sengaja datang kesana untuk menjenguk salah satu kawan yang tengah tertimpa musibah sakit. Dokter mendiagnosa bahwa ia mengalami kekurangan sel darah merah. Berbekal pengetahuan seadanya, kami menyarankan agar banyak mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi. Seperti sayur bayam dan daging merah.
Saya sempat merenungi kejadian kekurangan sel darah merah. Ini bukan hal pertama kali saya mendengarnya. Saya seringkali mendengar gejala-gejala yang sama di antara kawan-kawan masisir, terkhusus masisirwati. Menurut Kawan-kawan yang pernah didiagnosa kekurangan sel darah merah bahwa gejalanya adalah pusing ketika mencoba bangkit dari posisi duduk atau jongkok, merasa pusing dan tiba-tiba terjatuh, dan bahkan pingsan.
Meski demikian, kita masih saja banyak yang kecolongan. Barangkali disebabkan akan kurangnya pengetahuan, kurang pengetahuan bisa disebabkan kurangnya sosialisasi. Atau mereka sebetulnya sudah tau, namun tetap abai, dan tidak mengonsumsi makanan-makanan bergizi.
Baca juga: Kembalikan Sense of Belonging IKAMARU
Selesai menjenguk, kami berencana pulang, baru saja kami menaiki angkutan umum untuk menuju ke Darasah. Sebuah motor dengan kecepatan tinggi menabrak sebuah taksi disamping mobil yang kami naiki. Pengemudi motor terpental. Mobil yang kami naiki juga berhenti.
Beberapa detik saya diam, karena tak kunjung ada yang menolong orang itu, saya bergegas turun. Dari perawakan dan wajahnya, ia terlihat seperti seseorang yang berasal dari asia tenggara. Saya membopongnya ke pinggir jalan. Orang-orang pribumi mengerumuni. Mereka menanyakan identitas si pengemudi motor. Tentu ia tak menjawab, karena tengah meringis kesakitan. Kemudian Saya menanyainya, “Indonesia?” ia mengangguk, kami mencegat taksi dan membawanya ke klinik Taysir di Awal Sabi’.
Kurang beruntung memang, tak ada dokter yang sedang piket. Walhasil, suster hanya menyiramkan alkohol di bagian yang luka. Suster menyampaikan bahwa sebaiknya saya membawanya ke rumah sakit yang lebih memadai. Lantas kami membawanya ke rumah sakit Takhassus di kawasan Rab’ah.
Sampai di rumah sakit, tepatnya di UGD, kami sempat menunggu beberapa menit, penjaga UGD meminta tanda identitas saya, dan menanyakan kronologi. Saya jawab ala kadarnya. Bersamaan dengan itu, dokter sedang menanyai si pengendara motor. Alhamdulillah tak ada tulang yang patah. Dokter yang memeriksa, meminta saya untuk menyelesaikan administrasi agar si pengendara motor segera mendapat penanganan.
Waktu itu, saya tidak membawa uang kecuali hanya 10 pound Mesir untuk ongkos pulang. Sementara biaya tagihan sebesar 1600 pound. Saya mencoba negosiasi agar si pengendara motor segera mendapat penanganan dan saya akan berusaha mencari biayanya. Namun, Petugas rumah sakit menggelengkan kepalanya. Sepertinya begitulah SOP-nya.
Dari peistiwa itu, saya benar-benar sadar bahwa usulan dana kesehatan memang sangat penting. Kita semua, memang berharap agar selalu sehat. Namun, jika takdir berkata lain, kita juga patut bersikap siap. Saya pikir, tak semua orang memiliki uang simpanan yang cukup. Maka dana-dana sosial, yang bertujuan untuk saling mengcover adalah usulan yang luar biasa.
Untuk itu, saya berharap, dana kesehatan IKAMARU menjadi sesuatu yang digarap secara serius. Baik oleh para pengurus yang berkewajiban untuk menghimpun dan mengelola, maupun oleh anggota yang membayar iuran sekaligus yang memanfaatkannya. Kita perlu melakukan usaha-usaha preventif dan reaktif. Tindakan preventif berupa mengadakan sosialisasi hidup sehat dengan dokter atau praktisi kesehatan. Dan tindakan reaktif yang akan saya uraikan di bawah ini.
Jika boleh usul, mari kita bentuk tim siaga, yang siap sedia menjadi garda terdepan dalam urusan kesehatan. Tim tersebut akan mendapatkan sosialisasi dan pelatihan terkait P3K dan tempat-tempat pelayanan kesehatan terdekat nan berakreditasi. Lalu, tim siaga ini dibekali dana awal, agar mobilitas mereka menjadi semakin optimal.
Sementara tim lapangan terbentuk, selayaknya kita juga menentukan berapa batasan minimum biaya pengobatan, yang nantinya dana kesahatan itu digunakan untuk membayarkan sebagian total biaya pengobatan.
Semisal, kita tentukan batasan minimumnya adalah 1000 le, saya berikan contoh dengan angka itu, atas alasan stabilitas. Tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar. Jika terlalu kecil maka intensitas pengeluaran akan sangat sering. Jika terlalu besar maka, rasa kebermanfaatan dari dana sosial akan menjadi sulit terealisasi, atau setidaknya kurang merata.
Lalu, jika total biaya pengobatan 1000 le, dana kesehatan IKAMARU akan turut mengcover 40% dari angka 1000 le. Dengan harapan, prosentase itu bisa meringankan biaya pengobatan. Jika ternyata masih membutuhkan, maka tindakan yang bisa dilakukan adalah membuka donasi. Persentase itu berlaku untuk nominal yang lebih besar.
Sekian, semoga kita senantiasa sehat!
Penulis: Burhanul Umam
Editor: M. Nur Iman Mundzir