Perlu dikertahui bahwasannya Allah sebagai Syari’ (yang menetapkan Syariat) tidak mungkin menciptakan hukum-hukum Syariat secara sia-sia terhadap Makhluk-Nya. Sebagaimana yang terkandung dalam firmanNya, surah Al-Mu’minun 23:115 yang artinya, “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”
Tidak hanya itu, Islam yang tidak asing sebagai agama rahmatan lil alamin, agama yang memberikan kasih sayang kepada seluruh alam, bukan hanya kepada manusia, akan tetapi juga memberikan kebaikan dan kasih sayang kepada seluruh makhluk, baik makhluk hidup maupun makhluk mati yang disebut dengan benda.
Namun, seiring berjalannya zaman, perubahan-perubahan sosial yang dihadapi oleh umat manusia di era modern telah menimbulkan sejumlah masalah serius yang berkaitan dengan hukum Islam. Di sisi lain, terkadang metode yang dikembangkan para pembaru dalam menangani dan menjawab permasalahan tersebut terkesan kurang solutif. Dari kasus inilah menjadikan agama Islam -- yang merupakan agama rahmatan lil-alamin -- terkesan sebagai agama yang radikal, seakan mengintimidasi umatnya, mempersempit ruang begerak untuk menciptakan gagasan-gasgasab kreatif nan bermanfaat, sehingga seolah-olah hikum Islam hadir tanpa adanya tujuan dan hikmah dalam penetapannya.
Seluruh aturan dan hukum yang ditetapkan Syari’, walaupun terkadang hal tersebut dianggap sepele, seperti do’a sehari-hari, menjawab salam dan lain sebagainya, sampai hal yang terkadang dianggap over-sadis, seperti qisas, hukuman rajam dan lain sebagainya, semua mengandung hikmah dan tujuan yang baik dalam mengatur kehidupan. Hal itulah yang dinamakan Maqâshid As-Syari’yyah.
Secara etimologi “Maqâshid” merupakan bentuk jama taksir dari bentuk mufrod “maqshod” yang merupakan bentuk masdar dari kata “Qashada” yang dapat diartikan sebagai “maksud” atau “tujuan”. Sama halnya dengan setiap aktivitas yang memliki tujuan, syariat pun demikian, terkandung tujuan dan hikmah dalam setiap apa yang ditetapkan. Secara terminologi Maqâshid As-Syari’yyah adalah memahami makna-makna, hikmah-hikmah, tujuan-tujuan, dan rahasia-rahasia yang melatar belakangi dari terbentuknya sebuah hukum.
Konsep Maqâshid As-Syari’yyah inilah menjadi salah satu konsep penting dan fundamental yang menjadi pokok pembahasan dalam istinbat hukum Islam untuk mewujudkan dan memelihara maslahat umat manusia. Konsep ini sudah diakui para ulama dan menjadi acuan dasar dalam keberislaman. Adapun ruh dari konsep Maqâshid As-Syari’yyah adalah untuk membuktikan islam mampu menjawab tantangan zaman sampai hari kiamat, sekaligus menghindari keburukan atau menarik manfaat dan menolak mudarat (dar’u al-mafasid wa jalb al-masholih).
Dari konsep ringkas diatas, tampak bahwa Maqâshid As-Syari’yyah merupakan aspek penting dalam pengembangan hukum Islam. Bahwa, sebelum menentukan suatu hukum harus mengetahui tujuan dari hukum atau syari’ah yang ada. Hal ini menjadi jawaban bahwa hukum Islam itu dapat dan bahkan sangat mungkin beradaptasi dengan perkembangan dan perubahan realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Begitu juga sebagai salah satu bukti bahwa Islam itu selalu sesuai untuk setiap zaman dan pada setiap tempat.
Penulis: Aan Taufiqurrahman
Editor: M. Nur Iman