Syekh Sholih Al-Ja’fari Al-Azhari, Wali Agung Al-Azhar dari Negeri Sudan

 


Al-Azhar, selain dikenal sebagai kiblat ilmu pengetahuan Islam di dunia, ia juga memiliki banyak mahasiswa serta alumni yang tersebar di berbagai penjuru negeri. Ia banyak melahirkan para ulama dan tokoh-tokoh hebat yang memiliki kedalaman intelektual dalam berbagai bidang disertai dengan kerendahan hati yang tinggi. Sehingga, banyak diantara mereka menjadi sosok teladan yang sangat dihormati dan dicintai oleh banyak orang dari berbagai lapisan masyarakat. Termasuk diantaranya, yaitu ulama Al-Azhar yang dijuluki sebagai “Wali Agung Al-Azhar dari Negeri Sudan”. Beliau adalah As-Syaikh As-Syarif  Sholih Al-Ja’fari, Imam Besar dan Khatib Masjid Al-Azhar, Kairo Mesir. Beliau juga merupakan Pendiri sekaligus Mursyid Tarekat Ja’fariyah Ahmadiyah Muhammadiyah, yang merupakan rangkuman dari Tarekat Al-Ahmadiyah dan Al-Idrisiyah.

Syekh Sholih Al-Ja’fari merupakan putera dari Habib Muhammad yang bernasab sebagai berikut; Sayyid Sholeh bin Muhammad bin Sholeh bin Muhammad bin Rifa’i Al-Ja’fari Al-Azhari Al-Husaini. Nasab beliau bersambung kepada Sayyid Al-Hadi bin Sayyid Muhammad Al-Jawwad bin Sayyid Ali Ridha bin Sayyid Musa Al-Kadzim bin Sayyid Ja’far Shadiq bin Sayyid Muhammad Baqir bin Sayyid Ali Zainal Abidin bin Imam Husain bin Sayyidina Ali dengan Sayyidah Fatimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad SAW. Dari nasab Sayyid Ja’far Shadiq inilah beliau dinisbatkan dengan Al-Ja’fari.

Syekh Solih lahir pada hari Jum’at 15 Jumadil Akhir 1328 H atau bertepatan pada 24 Juni 1910 M di desa wilayah Donggola, Sudan, Afrika Timur. Keluarga besar beliau adalah kabilah Al-Ja’fariyah Al-Alawiyah yang berasal dari kampung Salamiyah, Qina, Luxor, Mesir. Namun, beliau pindah dan menetap di Sudan. Kelahiran beliau merupakan nikmat terbesar bagi kedua orang tuannya yang berprofesi sebagai petani. Karena ayahnya ketika beristri dengan ibundanya selama 8 tahun, belum dikaruniai keturunan hingga keluargannya berkeinginan untuk menikahkannya kembali dengan wanita lain.

Sejak kecil beliau mendapatkan pendidikan langsung dari kedua orang tuanya dan kakeknya yang sangat memegang teguh agama. Beliau mengikuti halakah tahfiz Al-Qur’an di Masjid Donggola dan telah meyelesaikan hafalan Al-Qur’an pada usia 14 tahun dibawah bimbingan Syekh Abi Auf As-Sanhuri dan Syekh Sayyid Hasan Efendi. Dan pada usia tersebut pula beliau dinikahkan. Kemudian beliau mengambil tarekat Ahmadiyah Idrisiyah pada usia 19 tahun dari gurunya, Sayyid Muhammad As-Syarif bin Sayyid Abdul Ali bin Ahmad bin Idris.

Salah satu sebab beliau ingin menuntut ilmu di Al-Azhar adalah suatu hari datang seseorang dengan membawa juz pertama dari kitab Shahih Muslim yang disyarahi oleh Imam Nawawi. Kemudian Syekh Sholeh meminjam kitab tersebut dan membacanya hingga terlelap. Lalu dalam tidurnya beliau bermimpi melihat Sayyid Muhammad Abdul Ali sedang duduk di atas kursi dan dengan bekal berpergian di sampingnya. Syekh Sholeh mendengar ada orang yang berkata bahwa sesungguhnya Sayyid Muhammad Abdul Ali akan pergi ke Al-Azhar, Mesir. Maka Syekh Sholeh mendekati gurunya untuk musafahah mencium tangan. Saat Syekh Sholeh mendekat, gurunya berkata:

“Ilmu itu diperoleh dengan belajar langsung dari ahlinya bukan dari buku-buku”.

Kemudian Syekh Sholeh terbangun. Berawal dari mimpi inilah, beliau berkeinginan kuat untuk pergi ke Al-Azhar.

Pada umur kurang lebih 20 tahun, beliau akhirnya pergi menuju Al-Azhar Kairo dengan meninggalkan seorang putra bernama Sayyid Abdul Ghani dan seorang putri bernama Fathiyah. Keduanya kemudian dirawat oleh kakek dan neneknya di Donggola. Sesampainya di Al Azhar Kairo, beliau belajar dengan banyak guru. Diantaranya adalah; Syekh Mahmud As-Subkhi (beliau belajar dengannya setelah dua bulan berada di Kairo), Syekh Muhammad Ibrahim As-Samaluthi Al-Azhari, Syekh Habibullah As-Shinqithi Al-Azhari (sahib kitab Zadul Muslim), Syekh Yusuf Ad-Digwi (anggota dewan senior ulama Al-Azhar), Syekh Abdurrahman Ilisy (cucu Syekh Ilisy Al-Kabir), Sayyid Abdul Hay Al-Kattani (sahib kitab Fihris Al-Faharis wa Al-Atsbat), Syekh Abdullah Al-Ghummari, Syekh Ahmad bin Shiddiq Al-Ghummari, Syekh Muhammad Hasanain Makhluf Al-Adawi (mantan Mufti Mesir) dan lain-lain yang tidak bisa ditulis satu persatu.

Dari Syekh Habibullah As-Shinqithi inilah, Syekh Sholeh pertama kali mendapat amanah untuk mengajar di Masjid Sayyidina Husain RA, menggantikan gurunya. Bahkan Syekh Habibullah berkata:

“Engkau adalah berkahnya pengajian ini, saya sungguh telah mengijazahkan seluruh ijazah dan karyaku.”

Di Al-Azhar, beliau duduk di kuliah Syariah hinga mendapatkan ijazah “Alamiyah Al-Aliyah” yang setara dengan gelar Phd. Kemudian beliau dipercaya untuk menjadi imam dan khatib di Masjid Al-Azhar. Sepanjang tugasnya sebagai imam, beliau telah banyak mengabdikan dirinya dalam bidang dakwah dengan menyebarkan ilmunya kepada masyarakat. Beliau juga memiliki jadwal pengajian khusus pada hari Jum’at mulai bakda salat Jum’at sampai waktu Ashar berupa kajian tafsir dan hadits yang dihadiri oleh banyak orang dari berbagai kalangan.

Murid-murid Syekh Sholeh Ja’fari terbilang cukup banyak. Diantara murid-murid beliau yang masih bisa kita lihat dan kita petik ilmu dari mereka, seperti Syekh Nuruddin Ali Gomaa Al-Azhari (Mufti Mesir terdahulu dan anggota dewan ulama senior Al Azhar), Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hassani (Makkah), Syekh Muhammad Abdul Baits Al-Kattani, Syekh Athiyah Musthafa, Syekh Ali Shalih Al-Azhari, Syekh Fathi Abdurrahman Hijazi Al-Azhari, Syekh Yusri Gabr Al-Hassani Al-Azhari dan masih banyak lagi.

Beliau meninggalkan banyak buku karangan, yang mana buku-buku beliau bisa kita dapatkan di maktabah Dar Jawami’ul Kalim (sebelah masjid Syekh Sholeh Ja’fari). Sebagian karyanya yaitu:

1.Diwan Al-Ja’fari (12 jilid)

2. Raudlah Al-Qulub wa Al-Arwah

3. As-Shirah An-Nabawiyah Al-Muhammadiyah

4. Minbar Al-Azhar

5. Al-Burdah Al-Hassaniyah wa Al-Hussainiyah

6. Risalah fi Al-Hajj wa Al-Umrah

7. Durus Al-Jumu’ah

8. Al-Arbain Al-Ja’fariyah

9. Kanzu As-Sa’adah

10. Asrar As-Shiyam

11. Mufidat Al-Awwam, dan lain-lain.

Selain meninggalkan banyak karya, beliau juga dikenal sebagai ulama yang memiliki beberapa karamah atau keistimewaan. Sebagaimana banyak diceritakan oleh beberapa masyayikh. Begitu juga diceritakan di kitab-kitab biografi beliau. Dari karamah Syekh Sholeh Al-Ja’fari, murid beliau Syekh Abdul Baits Al-Kattani bercerita:

“Aku melihat Syekh Sholeh Al Ja’fari 2 atau 3 kali. Dalam salah satu pengajian beliau di Masjid Al-Azhar, tersirat dalam pikiranku bahwasannya beliau adalah bagian dari Ahlulbait Nabi, sementara beliau berkulit asmar (agak gelap).”

Setelah pengajian selesai, para pelajar pun bersalaman dengan Syekh, saat semua murid selesai bersalaman dan pergi, kemudian giliran Syekh Abdul Baits bersalaman. Syekh Sholeh berkata:

“Bukankah Sayyidina Ja’far bin Abi Thalib, sepupu Nabi juga berkulit asmar? Setelah mendengar jawaban tersebut Syekh Abdul Baits kaget dan langsung meminta maaf kepada beliau karena telah berburuk sangka.

Setelah sekian lama mengabdikan diri dan mencurahkan ilmunya di jalan Allah SWT. Syekh Sholih pulang menghadap Allah pada hari Senin sore, 18 Jumadil Awal 1399 H. Atau bertepatan pada 16 April 1979 M . diusia 71 tahun. Jenazah beliau disalatkan di Masjid Al-Azhar dan dimakamkan di masjid yang dibangun sebelum wafatnya di Hayyu Khalidin seberang terminal bus Darrasah, Kairo yang selalu dilewati oleh mahasiswa Al-Azhar jika hendak ke kampus maupun masjid Azhar. Haul beliau biasanya diselenggarakan pada Kamis pertama bulan Rajab dan selalu ramai dihadiri oleh banyak murid Tarekat Ja’fariyah dari berbagai penjuru wilayah Mesir bahkan dari Sudan serta negara-negara Afrika lainnya.

Dan itulah sepenggal biografi dari Wali Besar Al-Azhar, Syekh Sholeh Al Ja’fari. Semoga Allah merahmati dan meridhai Syekh Sholih Ja’fari serta membalas segala pengabdiannya dengan mengangkat dan meninggikan derajat beliau. Tabik!

Penulis: M. Robith El-Kamali

Editor: Zumrotus Sa'adah Julia

Previous Post Next Post