Ujian Al-Azhar menjadi momen yang menentukan antara naik dan tidak ke jenjang berikutnya. Ia menjadi hal yang seharusnya tidak diremehkan oleh Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir), apalagi dipandang sebelah mata. Maka dari itu, saya kira setiap dari kita memiliki cerita masing-masing mengenai perjalanannya dalam hal ini. Nah, disini saya akan menceritakan sedikit perjalanan saya.
Sebenarnya saya
tidak memiliki niat khusus untuk mendapatkan nilai yang baik ketika melaksanakan ujian Al-Azhar. Akan tetapi ketika hendak
belajar bersama teman teman, kami meniatkan belajar ini untuk segala niat
kebaikan. Sekali lagi tidak mengkhususkan niat untuk ujian.
Kemudian tentang
metode belajar, saya dan teman seangkatan memilih metode diskusi bersama untuk
pelajaran-pelajaran yang mudah. Selanjutnya memilih metode bimbingan belajar untuk
pelajaran yang sulit. Saya kira apa yang saya lakukan sama seperti teman-teman Masisir kebanyakan. Tapi
tipe saya adalah ketika belajar, saya usahakan benar-benar paham dalam suatu pembahasan sampai benar-benar siap untuk
beranjak ke materi selanjutnya, agar ketika menghafal materi-materi nanti menjadi lebih
mudah.
Fokus juga termasuk hal penting dalam belajar. Usahakan sejak tawaquf kegiatan-kegiatan Masisir, mulailah pegang buku diktat (muqoror) anda seperti memegang cinta, tak akan terlepas dari
genggaman. Risau dan gelisah ketika muqoror tidak berada di samping anda. Kemudian tentu caranya dengan meninggalkan segala hal yang
membuat anda kehilangan fokus belajar,
seperti hal-hal yang sudah kita ketahui bersama. Kalau semisal anda
mengantuk, buatlah kopi. Kalau anda jenuh, ya istirahat secukupnya.
Talkhisan. Saya
memakai trakhisan yang di share di
grup-grup Whatsapp atau Telegram. Saya menggunakannya dengan metode
ATM (Amati Tiru Modifikasi). Saya tidak meniru sepenuhnya, tapi hanya mengambil inti-inti dari
pembahasan saja. Dan saya rasa itu sangat membantu.
Latihan soal juga termasuk hal penting. Karena dengan itu kita dapat
mengetahui model-model soal dari tahun
ke tahun. Tentunya hal ini agar kita tidak kaget, juga dengan itu kita dapat mengetahui kualitas diri. Ada kaidah mengatakan
“fahmu as-suaal nisfu al-ijaabah”,
memahami maksud dari sebuah pertanyaan adalah setengah dari jawaban. Juga
ketika ujian berlangsung, jangan sungkan
ataupun malu untuk bertanya kepada dosen atau
pengawas yang sedang keliling mengawasi
ujian.
Menghafal materi.
Setiap orang punya caranya masing masing. Kalau saya hanya
menghafal yang penting-penting saja beserta contohnya, kemudian
dikembangkan. Caranya dengan memberi highlight
materi-materi yang ada dalam muqoror.
Membuat catatan persentasi
pemahaman. Saya buat ini dan saya jadikan wallpaper agar saya sadar
hari-hari yang berjalan begitu cepat, jangan sampai tidak saya manfaatkan
sebaik-baiknya.
Murajaah. Kata senior, usahakan dalam satu muqoror anda sudah mengkhatamkannya tiga kali
sebelum ujian dimulai. Saya kira hal
tersebut jelas akan mempermudahkan kita. Ketika termin satu, hal ini bisa saya
lakukan tapi beda halnya ketika termin dua, sangat susah karena singkatnya
waktu untuk menghadapi ujian.
Tulisan bagus dan
rapi. Saya kira hal ini juga termasuk faktor penting. Karena dengan itu setidaknya bisa meringankan beban dosen ketika mengoreksi lembar jawaban esai dari sekian banyaknya mahasiswa. Bahkan saya membawa penggaris dan
pensil untuk merapikan jawaban-jawaban saya. Saya buat
bagaimana caranya supaya dosen itu merasa nyaman ketika membaca jawaban saya. Misalnya saya kasih nomor
per halaman, antar jawaban saya kasih spasi, dan lain-lain. Termasuk yang
jamak diketahui adalah tidak melupakan kalimat mukadimah dan penutup setiap
kali mengerjakan soal.
Nah, biasanya untuk
menuliskan mukadimah saya ambilkan
dari mukadimah muqorror dari suatu fan yang akan diujikan, saya hafalkan walaupun
biasanya panjang. Kemudian untuk penutup saya isi dengan
ucapan hamdalah, terimakasih kepada dosen dan mendoakan
beliau. Dan terakhir kalimat ma’a tamniyyatina bittaufiiq wan najah.
Yang saya sebutkan
di atas adalah usaha-usaha dhohir. Tentu tak cukup sampai itu saja. Usaha batin
pun perlu untuk dilangitkan.
Ada yang unik
tentang hal ini. Dalam masa-masa akan menghadapi ujian seolah kita Masisir menjadi wali semua. Seakan satu kesalahan saja itu dapat
menghambat segalanya. Maka dari itu kita berusaha
untuk membersihkan diri dari kemaksiatan, menjaga hati dari sifat tidak terpuji.
Diantara usaha batin yang saya lakukan sebagai adalah berikut:
Berdoa kepada
Allah dan yakin dengan doa tersebut, merendahkan diri serendah-rendahnya.
Diantara doa saya ketika ujian adalah berharap Allah
memberikan kesuksesan, kemudahan, dan
keberkahan demi untuk membahagiakan orang tua.
Meminta doa orang
tua. Saya anggap ini adalah hal wajib bagi saya setiap sebelum berangkat ujian.
Kalau belum minta doa ke mereka hati terasa tidak tenang.
Meminta doa guru-guru, keluarga dan
teman-teman. Tentu doa dari mereka tidak saya lupakan.
Barangkali diantara doa mereka ada yang diijabah oleh Allah.
Minta maaf kepada mereka di atas. Barangkali kita ada
kesalahan dengan mereka yang dapat menghambat ketika belajar ataupun ketika
mengerjakan soal.
Ziarah ke makam
Auliya. Ini juga hal Sakral yang jangan sampai tertinggal. Berwasilah kepada
mereka dengan harapan ketika ujian diberikan kemudahan, keberkahan dan kesuksesan.
Sholawat. Saya
tidak perlu menjelaskan apa fadhilah nya, karena saya tahu kalau anda sudah
tahu.
Jangan takabbur.
Karena kita tahu, dihadapan Al-Azhar kita tidak ada apa-apanya.
Tawakkal. Guru
saya di pondok bilang jika kita telah melakukan segala proses
belajar maka tiba waktunya untuk kalian berpasrah. Maka kalau saya pribadi lebih
memperbanyak usaha dhohir ketika akan menghadapi
ujian, baru setelah itu usaha batin sehabis ujian. Konsep ini juga yang
diajarkan guru saya. Waktu termin dua saya benar-benar berpasrah sampai saya
minta maaf ke orang tua, kalau nilai di termin dua ini tidak sebaik di termin
satu karena begitu sempitnya waktu
untuk mempersiapkan ujian.
Sebelum saya
akhiri. Saya akan bercerita yang barangkali temen-temen perlu ketahui. Saya itu kalau
besoknya mau ujian, saya harus sudah standby di depan muqoror dari
siang sebelum hari ujian. Dari siang hari tersebut saya tidak tidur sampai
ujian selesai. Sekitar 24 jam saya bertahan. Namun tentu saya butuh pendorong
untuk bisa melakukan hal tersebut, yaitu minum kopi hitam, satu atau dua kali seduhan.
Baru setelah selesai ujian saya tidur dan begitu seterusnya di hari-hari ujian
lainnya.
Mungkin ini hal
ekstrim yang tidak lazim dilakukan. Tapi bagaimana lagi, saya
menyadari kalau usaha saya itu belum seberapa, belum maksimal. Bagaimana bisa
saya leha-leha? Mau mengharapkan ilmu laduni?
Jelas tidak. Praktek ini saya lakukan agar hati saya tenang. Maka untuk
praktek ini saya tidak sarankan ke teman-teman karena sifatnya memaksa. Ini
cara saya, silahkan teman-teman kalau punya cara lain yang lebih nyaman untuk diterapkan.
Mungkin ini saja yang bisa saya bagikan ke teman-teman. Saya beranggapan segala yang saya peroleh ini adalah sebuah keberuntungan atau fadhol dari Allah, karena saya tahu saya orang biasa. Jadi apapun yang terjadi, saya tetap berterimakasih kepada-Nya, dengan itu saya tidak berekspektasi terlalu jauh. Yang penting tidak maksiat saya kira sudah cukup.
ما فاتك لم يخلق لك وما خلق لك لن يفوت
Dan juga ingat
لا تحقرن من المعروف شيئا والعكس
Sekian dari saya,
jangan lupa saling mendoakan, mohon maaf dan selamat berproses.
Penulis: Faza Azkiya