Seperti yang jamak diketahui, bahwa Imam Syafi’i merupakan salah satu ulama yang tersohor pada masa tabiin sampai sekarang. Ia merupakan salah satu imam empat madzhab, yaitu pendiri madzhab Syafi’i. Sampai sekarang, madzhabnya banyak dianut oleh masyarakat muslim di dunia, khususnya di Indonesia.
Nama aslinya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Ustman bin Syafi’i bin As-Sa’ib bin Ubaid bin Abd Yazid bin Hasyim Al-Muthalib bin Abdi Manaf bin Qushoi As-Syafi’i. Ia lahir di Gaza pada tahun 150 H. Ia lahir dalam keadaan yatim, sejak kecil sudah ditinggal oleh ayahandanya. Dikatakan bahwa hari kelahirannya bertepatan dengan hari wafatnya imam Abu Hanifah, seakan-akan muncul ulama baru setelah gugur satu.
Ibunya membawanya ke
Makkah saat berusia 2 tahun untuk menetap di sana. Sejak kecil ia sudah menghafal
Al-Quran dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Ia menuntut ilmu di penjuru
dunia dengan beberapa ulama yang berbeda-beda. Saat berumur 20 tahun, ia
mengembara ke Madinah untuk bertemu dengan Imam Malik. Namun sebelum bertemu,
ia telah menghafal kitab al-Muwattho’ karya Imam Malik terlebih dahulu
agar bisa mendiskusikan isi dari kitab tersebut.
Setelah itu, ia
meneruskan pengembaraannya ke Baghdad. Di sana ia mendirikan madzhab sendiri
dengan menyatukan pendapat-pendapat penduduk Madinah dan Baghdad, yang dikenal
dengan qoul qodim. Lalu, ia masih melanjutkan lagi pengembaraannya ke
Mesir. Di sana ia ingin bertemu dengan Imam Laist. Namun sangat disayangkan
sekali saat tiba di sana sang imam telah meninggal terlebih dahulu.
Di Mesir ia mampu menyatukan pendapat-pendapat di Irak dan Mesir, yang dikenal dengan qoul jadid. Ia wafat pada tahun 204 H. Dilihat dari pengembaraanya dalam menuntut ilmu, bisa diketahui bahwasanya ia mempunyai kedalaman pemahaman dalam bidang agama. Imam Ahmad bin Hambal berkata:
‘’Saya tidak mengetahui tentang nasikh mansukh dalam ilmu hadist sampai saya duduk satu majlis bersama Syafi’i.’’
Lantas apakah imam Syafi’i hanya bergulat di bidang agama saja? Tentu tidak. Selain dalam bidang agama, Imam
Syafi’i juga memiliki potensi dalam berbahasa arab. Ia mahir dalam membuat
bait-bait syair yang dilontarkan dengan cara spontan tanpa ada persiapan
apapun. Bait-bait syair ini dilontarkan saat ia masih mendalami ilmu agama.
Pada waktu itu, disela-sela kesibukannya ia masih sempat membuat bait-bait
syair tentang pelbagai topik. Syair-syair ini membahas tentang makna kehidupan
yang sesungguhnya dan pelbagai motivasi bagi para penuntut ilmu ataupun lainnya.
Kumpulan bait-bait syair ini dibukukan dalam kitab Diwan Imam as-Syafi’i
al-Musamma al-Juahar an-Nafis fii Syi’ri al-Imam Muhammad bin Idris.
Diantara bait-bait syair
yang membahas makna kehidupan sesungguhnya adalah tentang kekuasaan sang maha
pencipta dalam memberikan rezeki kepada hambanya yang berbunyi:
Tawakkaltu fî rizkî ala Allahi khâliqî Wa aiqontu anna Allah lâ syakka râzikî
Wama yaku min rizkî falaisa yafûtunî Wa lau kâna fî qâil bikhâril awâmiqi
Artinya : Saya berserah
diri kepada Allah sang pencipta tentang rezekiku
Saya yakin bahwasanya Allah adalah maha pemberi rezeki
Jika sesuatu itu rezekiku maka
tidak akan berpaling dariku
Meskipun rezeki itu berada didasar laut yang paling dalam
Syair ini menjelaskan
tentang siapa pemilik dan pengatur rezeki manusia. Pemilik dari pengatur rezeki
hanyalah SWT semata, tidak ada campur tangan manusia sedikit pun. Syair ini
juga menggambarkan suatu keyakinan dari seorang hamba kepada sang penciptanya. Kerap
kali manusia merasa khawatir dalam persoalan rezeki, sedangkan Dia-Lah yang
telah menjamin rezeki manusia.
Ketika ada seseorang yang kekurangan dalam masalah ekonominya, biasanya dalam hati dan pikirannya merasa khawatir dengan memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi yang sedang menuntut ilmu. Akan tetapi, dengan mengingat bait-bait syair ini, seseorang akan merasa tenang dan mengerti bahwasanya Allah lah yang menjamin kehidupan setiap hambanya. Ini merupakan salah satu cobaan dari Allah SWT kepada hambanya agar mereka bersabar dalam melewati cobaan-Nya. Sehingga dengan cobaan ini bisa meningkatkan keimanan seseorang. Seperti yang telah dijelaskan dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 155 yang artinya:
‘’Dan sungguh akan kami barikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.’’
Ayat ini menjelaskan
pelbagai cobaan yang Allah berikan kepada hambanya. Salah satu dari cobaan
tersebut adalah naqsul amwâl (kekurangan uang). Dengan melihat untaian
dari bait-bait syair Imam Syafi’i, menunjukkan bahwasanya ia mahir dalam bidang
bahasa juga. Bait-bait syairnya yang indah dengan meresapi maknanya dan
direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian Imam
Syafi’i merupakan sosok ulama yang begitu hebat. Ia menekuni dua bidang dalam
satu kurun yaitu bidang agama dan bahasa. Di samping pengembaraannya dalam
menguasai ilmu agama, ia juga meningkatkan gaya bahasa arabnya. Sehingga ia
memiliki sebuah karya berupa untaian bait-bait syairnya yang terkumpul dalam
kitab diwannya. Ini merupakan suatu keistimewaan yang dimilikinya saat
rihlah menuntut ilmu. Begitu juga syairnya yang membahas pelbagai topik baik
itu tentang makna kehidupan yang sebenarnya, maupun motivasi bagi penuntut ilmu
ataupun lainnya.
Penulis: Asiirotun Ismah Annafis