Al-Quran Lebih Cepat Lepas daripada Unta


Tak diragukan lagi bahwa menuntut ilmu merupakan sebuah kewajiban bagi umat muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini telah termaktub di dalam ayat-ayat al-Quran dan juga riwayat-riwayat hadits. Namun, menuntut ilmu bukanlah hal yang remeh-temeh dan sembarangan. Menuntut ilmu merupakan misi penting yang harus dilakukan sesuai metode dan petunjuk guru. Juga melalui berbagai macam tahapan agar ilmu yang diperoleh benar-benar matang dan sesuai tujuan. Ibarat kapal yang sedang berlayar maka kapal tersebut haruslah berlabuh di tempat yang tepat sesuai tujuan awal. Namun yang menjadi fokus saya kali ini bukanlah mengurai semua tahapan tersebut, melainkan hanya tahap pertama dalam menuntut ilmu.

Ibnu Jama’ah al-Kinani dalam kitabnya Tadzkiratus Saami’ Wa al-Mutakallim, mengatakan bahwa tahap pertama yang seyogyanya ditempuh oleh seorang penuntut ilmu adalah menghafal al-Quran dan mendalami ilmu-ilmunya. Begitu juga mantan Grand Syekh Al-Azhar, Syekh Muhammad Sayyid Thanthawy RA pernah bertutur: “Bukanlah seorang Azhari orang yang tidak hafal al-Quran”. Hal ini menunjukan betapa pentingnya al-Quran bagi seorang penuntut ilmu, terlepas dari yang beliau maksud adalah isim jinis (sebagian dari al-Quran) ataukah isim syakhs (keseluruhan dari al-Quran). Karena al-Quran adalah sumber hukum pertama dalam  syariat Islam.

Menghafal al-Quran merupakan hal yang dapat dilakukan oleh siapa saja yang memiliki kemauan. Karena Allah SWT telah menjamin kemudahan dalam menghafal kalam-Nya. Tetapi ada hal yang lebih penting ketimbang menghafal al-Quran itu sendiri. Hal tersebut terdapat pada sabda Rasulullah SAW dalam haditsnya:

Jagalah (hafalan) al-Quran itu, maka demi Zat yang jiwaku berada di genggaman-Nya, dia (al-Quran) itu lebih cepat lepasnya daripada unta yang terlepas dari ikatannya”.

Unta merupakan binatang yang kuat dan mampu berlari dengan cepat. Sekali saja dia berhasil kabur dari pemiliknya maka akan sulit untuk ditemukan. Dan sekalipun bisa ditemukan maka tidak mudah untuk dikendalikan. Meski begitu, al-Quran masih lebih cepat lepasnya daripada unta yang terlepas dari ikatannya.

Dari sini dapat kita pahami bahwa konsistensi menjaga hafalan (muraja'ah) merupakan hal yang amat penting dan sebuah keharusan bagi penghafal al-Quran. Karena barangkali kita mampu menghafalnya di malam hari, belum tentu kita masih mengingatnya di pagi hari. Juga mungkin saja di hari ini kita telah menghafal satu juz, namun boleh jadi esok hari hafalan kita tinggal satu  lembar. Dan yang sering terjadi adalah ketika sesesorang memiliki hafalan yang telah melekat kuat di luar kepala, namun ketika dibawa untuk imam salat, hafalan tersebut hilang entah kemana.

Begitulah al-Quran, sesuatu yang menjadi sumber hukum pertama memang tidak bisa di nomor duakan melainkan harus diprioritaskan. Al-Quran tidak mampu diikat dengan ikatan apapun kecuali dengan rasa cinta terhadapnya. Karena al-Quran tidak seperti manusia yang terkadang tidak membalas kasih seseorang terhadapnya.

Mengenai ikhtiar dalam menjaga hafalan, salah seorang ulama pernah mengatakan bahwa barang siapa mengulang hafalannya lima juz setiap hari, maka tidak akan lupa. Begitu juga dengan membiasakan membacanya di setiap salat merupakan cara agar hafalan tetap terjaga.

Gus Baha’ pernah mengatakan bahwa sudah seharusnya para hafiz itu menyetorkan hafalannya kepada Allah SWT di setiap salat malamnya. Karena disitulah letak kuatnya hafalan akan terbukti. Kalau hanya setoran pada manusia pasti masih banyak toleransi. Memang sekilas terasa berat, namun semua ini tak lebih dari hal yang hanya butuh pembiasaan.

Dalam hal ini, saya bukanlah orang yang mampu berkata bijak, namun saya telah mendengar cukup banyak kata bijak dari orang bijak atau orang yang telah kenyang akan pengalaman.  Memang bukan rahasia bahwa penghafal al-Quran merupakan orang pilihan yang dipilih oleh Allah SWT untuk menjaga kalam-Nya. Orang yang dijanjikan mahkota untuk kedua orang tuanya di akhirat kelak. Meski demikian, kita tetap bisa berusaha agar menjadi bagian dari orang pilihan tersebut. Karena selama tekad dan semangat masih terkandung dalam badan, maka tidak ada hal yang mustahil untuk ditaklukan.

Penulis: Choirul Ibad

Previous Post Next Post